ISLAMISASI PENGETAHUAN
Ismail Raji Al Faruqi
A.
Pendahuluan ( Malaise Yang Dihadapi Ummah )
Menurut Ismail Raji Al-Faruqi, umat Islam saat ini berada dalam keadaan
yang lemah. Kemerosotan muslim dewasa ini telah menjadikan Islam pada zaman
kemunduran. Dikalangan kaum muslimin berkembang buta huruf, kebodohan dan
tahayyul. Akibatnya, umat Islam awam lari pada keyakinan yang buta, bersandar
pada literalisme dan legalisme, atau menyerahkan diri kepada syaikh (pemimpin)
mereka. Dalam keadaan seperti ini masyarakat muslim melihat kemajuan barat
sebagai sesuatu yang mengagumkan.
Berbagai
Macam Masalah :
a.
Di Front
Politik
Ummah terpecah-pecah.
Kekuatan-kekuatan kolonial telah berhasil memecah-mecah ummah menjadi kurang
lebih 50 negara yang berdiri sendiri-sendiri, dan saling menhantam diantara
mereka.
b.
Di Front
Ekonomi
Umat Islam belum maju dan
terbelakang dalam masalah ekonomi.
c.
Di Front
Religio-Kultural
Abad-abad kemerosotan kaum muslimin
telah menyebabkan berkembangnya buta huruf, kebodohan, dan takhayul diantara
mereka.
Inti Malaise
yang Semakin Parah
Tidak
diragukan lagi bahwa inti dari malaise yang dialami ummah adalah kesalahan
sistem pendidikan yang diterapkan, yang bersifat merata dan umum di
tengah-tengah umat Islam.
a.
Keadaan
Pendidikan di Dunia Islam pada Masa Kini
Meskipun
semakin diperluas, keadaan pendidikan di Dunia Islam adalah yang terburuk.
Sebelum ini, semua institusi pendidikan, mulai dari yang terendah sampai universitas,
baik yang tradisional maupun yang sekular, tidak pernah seberani sekarang dalam
mengemukakan tesis-tesis yang tidak islami. Demikian pula, para pemudanya tidak
pernah sedemikian acuhnya terhadap Islam sebagaimana sekarang ini.
b.
Tidak Memiliki
Ketajaman Wawasan (Vision)
Meskipun
pendidikan sudah dijalankan dengan sistem yang tidak Islami, ternyata hasil
yang dicapai bukanlah sistem pendidikan model Barat sebagaimana yang
diinginkan, tetapi hanya sebatas karikaturnya saja. Sebagaimana model
pendidikan Islam, model pendidikan Barat juga sangat tergantung pada sebuah
wawasan. Dan wawasan Islam jelas berbeda dengan wawasan Barat. Gedung-gedung
pendidikan yang menjulang,semuanya adalah perlengkapan material yang tidak
berharga tanpa adanya wawasan. Adalah sifat wawasan itu tidak dapat dijiplak
kecuali insidental-insidentalnya.
B.
Tugas
1) Pemaduan
Kedua Buah Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan Islam (yang selama
ini ada) harus dipadukan dengan sistem pendidikan sekular sedemikian sehingga
sistem baru yang terpadu itu dapat mengambil berbagai keuntungan dari
masing-masing sistem yang ada.
2) Menanamkan
Wawasan Islam
Pada mulanya Islam disajikan kepada
seorang murid muslim dengan gaya otoritas kebepakan. Alam pikiran murid tersebut
belum cukup dewasa untuk memahami atau menghargai pernyataan-pernyataan yang
dikatakan “obyektif” tersebut. Oleh karena itu ketergantungannya atau
kecintaannya kepada Islam disebabkan oleh sentimen, bukan oleh keyakinan yang
telah dipikirkannya. Akibatnya jelas, keterlibatannya kepada Islam tidak dapat
menahan serangan gencar dari kebenaran yang dikatakan “ilmiah”, “obyektif”,
atau “modern”. Demikianlah deislamisasi itu berlangsung.
a.
Kewajiban
Mempelajari Kebudayaan Islam
Satu-satunya
obat penangkal melawan proses deislamisasi tersebut di tingkat universitas
adalah kewajiban mempelajari kebudayaan Islam, apapun bidang studi yang
dipelajarinya. Selanjutnya, pengetahuan mengenai agama dan peradaban Islam
tidak diperuntukkan bagi segelintir orang saja. Wawasan (vision) Islam tidak
diperuntukkan bagi para spesialis saja. Wawasan ini adalah untuk semua manusia,
dan ia dimaksudkan agar orang-orang yang memilikinya terangkat derajatnya ke
tingkat eksistensi yang lebih tinggi.
b.
Islamisasi
Ilmu Pengetahuan Modern
Kita harus
menguasai disiplin-disiplin ilmu modern kemudian kita bawa dalam world view
islami.
Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang Pendidikan
Menurut Ismail
Raji Al-Faruqi, umat Islam saat ini berada dalam keadaan yang lemah. Kemerosotan
muslim dewasa ini telah menjadikan Islam pada zaman kemunduran. Dikalangan kaum
muslimin berkembang buta huruf, kebodohan dan tahayyul. Akibatnya, umat Islam
awam lari pada keyakinan yang buta, bersandar pada literalisme dan legalisme,
atau menyerahkan diri kepada syaikh (pemimpin) mereka. Dalam keadaan seperti
ini masyarakat muslim melihat kemajuan barat sebagai sesuatu yang mengangumkan.
Kemajuan yang
mereka capai hanya merupakan kemajuan yang semu, di satu pihak umat Islam telah
berkenalan dengan peradaban barat modern, tetapi di pihak lain mereka
kekhilangan pijakan yang kokoh, yaitu pedoman hidup yang bersumber dari moral
agama. Oleh karena itu, umat Islam terkesan mengambil sikap mendua, antara
tradisi keislaman dan nilai-nilai peradaban barat modern. Pandangan dualisme
yang demikian ini menjadi penyebab dari kemunduran yang dialami umat Islam,
bahkan sudah mencapai tingkat serius dan mengkhwatirkan yang disebut sebagai “Malaisme”.
Menurut Ismail
Raji Al-Faruqi sebagai efek dari “Malaisme” yang dihadapi umat Islam
sebagai bahasa anak tangga terbawah, mengakibatkan timbulnya dualisme dalam
pendidikan Islam dan kehidupan umat. Sebagai prasyarat untuk menghilangkan
dualisme tersebut dan sekaligus mencari jalan keluar dari “Malaisme”
maka pengetahuan harus diislamisasikan atau diadakan asimilasi pengetahuan agar
serasi dengan ajaran tauhid dan ajaran Islam.
Konsep Islamisasi
ilmu pengetahuan yang dimaksud Ismail Raji Al-Faruqi adalah menuangkan kembali
ilmu pengetahuan sebagaimana dikehendaki oleh Islam, yaitu memberikan definisi
baru, mengatur data, mengevaluasi kembali kesimpulan dan memproyeksikan
kembali tujuan-tujuannya.Untuk meyandingkan gagasannya tentang
Islamisasi ilmu,
C. Metodologi
1. Kekurangan
Metodologi Tradisional
Metodologi tradisional yang tidak
kreatif akan menghambat kemajuan ummah.
a.
Fiqih dan
Para Faqih; Ijtihad dan Para Mujtahid
Pertama,
persoalan definisi kata “fiqih” yang telah mengalami penyempitan. Selanjutnya,
para faqih dari ummah terdahulu – yaitu sahabat-sahabat Nabi, tabi’in, tabi’ut
tabi’in, dan para imam pendiri madzhab-madzhab besar – mempunyai keunggulan
pengetahuan dalam setiap masalah yang berkaitan dengan kehidupan kaum muslimin.
Faqih-faqih di zaman klasik tersebut benar-benar ensiklopedis, secara
praktisnya menguasai semua disiplin kesusastraan dan hukum hingga astronomi dan
obat-obatan. Mereka adalah tokoh-tokoh profesional yang mengetahui bahwa Islam
tidak hanya merupakan teori hukum tetapi juga sebuah sistem pemikiran dan
kehidupan yang dihayati oleh berjuta-juta manusia dalam praktek yang aktual.
b.
Pertentangan
antara Wahyu dan Akal
Mungkin
sekali perkembangan yang paling tragis dalam sejarah intelektual ummah adalah
saling terpisahnya wahyu dari akal. Pemisahan ini sama sekali tidak dapat kita
terima, karena sangat bertentangan dengan keseluruhan spirit Islam.
c.
Pemisahan
antara Pemikiran dan Aksi
Di awal
sejarah Islam, pemimpin adalah pemikir dan pemikir adalah pemimpin. Di kemudian
hari, kesatupaduan antara pemikiran dan tindakan ini pecah. Saat keduanya
terpisah, masing-masing mulai memburuk. Pemimpin –pemimpin politik dan
manusia-manusia yang memiliki kekuatan mengalami krisis demi krisis tanpa
memperoleh manfaat dari pemikiran, tanpa berkonsultasi kepada para cerdik
pandai dan tidak memperoleh kearifan mereka. Akibatnya adalah kemandegan yang
membuat warga-warga yang cerdik merasa asing dan semakin terisolasinya para
pemimpin. Untuk mempertahankan posisi mereka, pemimpin-pemimpin politik
melakukan kesalahan-kesalahan yang semakin banyak dan semakin besar.
d.
Pemisahan
antara Dunia dan Akhirat
2. Prinsip-prinsip Pokok Metodologi Islam
a.
Keesaan Allah (Tauhidullah)
Meningkatkan pengenalan kepada Allah
dan keimanan kepada-Nya Yang Tunggal merupakan tujuan akhir dari setiap ilmu
pengetahuan.
b.
Semesta Kesatuan Alam
1.
Tata Kosmis
Alam semesta
merupakan sebuah keutuhan yang integral karena merupakan karya Pencipta
Tunggal, yang aturan dan desain-Nya telah memasuki setiap bagian alam semesta
tersebut.
2.
Penciptaan :
Sebuah Tujuan-tujuan Ukhrawi
Seorang
muslim sangat memahami bahwa penciptaan bersifat organis, yakni bahwa setiap
bagiannya mempunyai tujuan tertentu, yang sangat berharga dan tidak ada yang
bathil (sia-sia), sekalipun dia tidak atau belum mengetahuinya.
3.
Taskhir
(Penundukan) Alam Semesta untuk Manusia
Kepatuhan
alam semesta kepada manusia tidak mengenal batas. Allah Ta’ala telah
menghendakinya demikian. Kesalinghubungan kausal dan final diantara obyek-obyek
alam semesta merupakan substansi dari kepatuhan ini.
c.
Kesatuan Kebenaran dan Kesatuan Ilmu
Pengetahuan
Dalam
hubungannya dengan teori pengetahuan, posisi Islam dapat diterangkan dengan
sebaik-baiknya sebagai kesatuan kebenaran. Kesatuan ini bersumber dari keesaan
mutlaq Allah – Al-Haqq. Jika Allah memang Tuhan, seperti yang dinyatakan Islam,
maka kebenaran tidaklah mungkin banyak jumlahnya. Allah-lah yang paling
mengetahui kebenaran.
Semua
pengetahuan Islam didasarkan pada tiga prinsip berikut :
·
Pertama,
kesatuan kebenaran merumuskan bahwa wahyu tidak boleh membuat klaim yang
bertentangan dengan realitas.
·
Kedua,
kesatuan kebenaran yang merumuskan bahwa tidak ada kontradiksi antara nalar dan
wahyu, merupakan prinsip yang bersifat mutlaq.
·
Ketiga,
pola-pola yang dibuat oleh Allah bersifat tidak terhingga, sehingga penyelidikan
/ penelitian tentang hakikat alam semesta atau setiap bagiannya tidak akan
pernah dapat berakhir atau dipecahkan.
d.
Kesatuan Hidup
1)
Amanah Allah
Kehendak
Allah itu ada dua macam : Pertama, kehendak yang harus terealisasi. Kehendak
ini termanifestasi dalam hukum-hukum alam. Kedua, kehendak yang hanya bisa
direalisasikan dengan kemerdekaan (will). Kehendak ini termanifestasi dalam
hukum-hukum moral.
Hukum-hukum moral ini bersamaan
adanya (co-exist) dengan hukum-hukum alam. Hukum-hukum moral ini membutuhkan
kehendak pribadi yang merdeka. Karena tidak memiliki kehendak yang seperti
inilah, langit, bumi, dan gunung-gunung tidak sanggup menanggung amanah Allah.
Hanya manusialah yang memikul amanah tersebut, karena hanya manusia-lah yang
memiliki kemerdekaan moral.
Demikian pula malaikat tidak
memiliki kemerdekaan moral.
2)
Khilafah
Penanggungan amanah Allah oleh
manusia membuat ia menjadi khalifah.
3)
Kelengkapan
Syariat Islam (Syumuliyatul Islam wa Kamaaluhu)
Syariat Islam bersifat lengkap,
mengatur setiap relung kehidupan manusia.
e.
Kesatuan Umat Manusia
QS
Al-Hujurat (49) : 13 : “Wahai manusia! Allah telah menciptakan kalian semua
dari satu pasangan, seorang lelaki dan seorang perempuan (Adam dan hawa); dan
Kami telah menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian
saling mengenal. Yang paling mulia diantara kalian dalam pandangan Allah ialah
yang paling bertaqwa”.
D. Rencana
Kerja
Tujuan dari Rencana Kerja Islamisasi Pengetahuan :
1) Penguasaan disiplin ilmu modern.
2) Penguasaan khazanah warisan Islam.
3) Membagun relevansi Islam dengan masing-masing disiplin
ilmu modern.
4) Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam
secara kreatif.
5) Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan yang
mencapai pemenuhan pola rencana Allah