Bagaimana Penerapan
Kepemimpinan dari Sudut Pandang Islamic Leadhersip
Oleh : Satria Avianda Nurcahyo
Menurut Muhammad Imaduddin
‘Abdulrahim dalam bukunya yang berjudul Islam Sistem Nilai Terpadu mengatakan,
bahwa kepemimpinan dalam Islam berlandaskan pada nilai teologis, nilai sosial
dan pertanggungjawaban diri. Secara teologis, bahwa kepemimpinan merupakan
amanat dari Allah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Ini merupakan
landasan yang bersifat vertikal dimana insan bertuhan harus mengorientasikan
diri kepada-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya
telah Kami tawarkan suatu amanah kepada langit, bumi, beserta gunung-gunungnya,
tetapi mereka enggan menanggungnya dan takut akan risikonya, maka manusia
memikulnya, sungguh manusia itu zhalim dan jahil.” (QS. al-Ahzab :
72). Kepemimpinan merupakan amanat dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya
yang ingin berkarya dan beramal di dunia. Manusia sadar atau tidak telah
menerima amanat yang harus dipimpinnya ketika hidup di dunia ini. Allah Ta’ala
berfirman: “Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, ‘Aku
akan menjadikan (manusia) sebagai khalifah di bumi, malaikat berkata, ‘apakah
Engkau akan mengisi bumi dengan manusia yang suka berselisih dan menumpahkan
darah, padahal kami tetap bertasbih memuji dan mensucikan Engkau’, (Allah)
berkata. ‘Aku lebih mengetahui apa-apa yang tidak kalian ketahui.” (QS.
: al-Baqarah : 30). Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menegaskan maksud-Nya
menciptakan manusia, yaitu untuk menjadi khalifah atau wakil-Nya mengurus dunia
ini. Malaikat khawatir terhadap manusia apabila menanggung amanat sebagai
pengurus dunia maka mereka akan merusak, berselisih, dan menumpahkan darah.
Memang benar, apa yang dikhawatirkan malaikat tersebut terhadap manusia sebagai
khalifah di bumi yang tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan
tidak bertanggungjawab telah menimbulkan kerusakan dan kebinasaan.
Kemampuan yang tidak kalah
penting adalah suri tauladan. Manusia yang dapat dijadikan suri tauladan adalah
baginda besar Nabi Muhammad SAW. Allah berfirman: “Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dam (kedatangan) hari kiamat dan dia
menyebut nama Allah.” (QS. al-Ahzab : 21). Oleh karena itu, bagi
pengikut Nabi Muhammad SAW selayaknya bisa mencontoh beliau dan dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan suri tauladan
pula pada sesama dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan.
Filosofi seorang imam shalat berjamaah dapat
dijadikan contoh terkait pilar suri tauladan ini. Para jama’ah shalat tidak
akan rukuk sebelum imam rukuk terlebih dahulu. Seorang imam ketika pindah
gerakan, maka ia terlebih dahulu melakukan gerakan itu, lalu membaca takbir
tanda perintah untuk berpindah gerakan tersebut. Artinya adalah seorang
pemimpin itu memerintah bawahannya harus bisa berbuat terlebih dahulu agar bisa
dicontoh oleh orang lain. Ini berarti bentuk perintah secara tidak langsung
bagi orang lain untuk melaksanakan sesuatu untuk mencapai tujuan organisasi. sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan
dihormati lawan sekalipun.
1. Shiddiq (Jujur). Ini adalah sifat
kejujuran yang sangat ditekankan Rasul baik kepada dirinya maupun pada para
sahabat-sahabatnya (Semoga kita juga meneladaninya).Adalah ciri seorang muslim
untuk jujur. Sehingga Islam bukan saja menjadi sebuah agama namun juga
peradaban besar.
2.Amanah(bisa dipercaya). Sifat ini
ditanamkan khususnya kepada para sahabat yang ditugaskan di semua hal apa saja
untuk bisa berbuat amanah, tidak curang (atau juga korupsi di zaman sekarang)
dalam hal apa saja. Sesuatu yang sekarnag menjadi sangat langka di negeri
muslim sekalipun (miris).
3. Tabligh (Menyampaikan yang benar).
Ini adalah sebuah sifat Rasul untuk tidak menyembunyikan informasi yang benar
apalagi untuk kepentingan umat dan agama. Tidak pernah sekalipun beliau
menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri. Subhanallah.
4. Fathonah (Cerdas).Sifat Pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia ambbil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat. Dengan mengenal beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa Seorang Rasulullah yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi, Rasul,Kepala Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan Perang menjadi sangat sukses dalam setiap hal yang beliau geluti. Semoga menjadi landasan bagi kita dan para pemimpin muslim untuk mampu meneladani apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
4. Fathonah (Cerdas).Sifat Pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia ambbil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat. Dengan mengenal beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa Seorang Rasulullah yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi, Rasul,Kepala Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan Perang menjadi sangat sukses dalam setiap hal yang beliau geluti. Semoga menjadi landasan bagi kita dan para pemimpin muslim untuk mampu meneladani apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Pesan
Rasulullah Muhamad SAW untuk memilih Pemimpin
·
Laki Laki
Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk
kepemimpinan. Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Tidak akan
beruntung kaum yang dipimpim oleh seorang wanita (Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah Radhiyallahu’anhu).
·
Tidak
Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah
Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk
menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena
permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika
kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan
dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat
Bukhari dan Muslim).
·
Memutuskan
Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin
mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan
keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan
dijerusmuskan oleh kezalimannya.” (Riwayat
Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
·
Bersama
Rakyat
Hendaklah selalu membuka pintu utk setiap pengaduan
dan permasalahan rakyat. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorg pemimpin atau
pemerintah yg menutup pintunya terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinan
kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap keperluan, hajat, dan
kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan
At-Tirmidzi).
Asmaul
Husna Al Malik dalam Prespektif Kepemimpinan Islami
Dalam Al Qur’an, kata Malik
diulang sebanyak 5 kali, dua diantaranyadirangkaikan dengan kata haq yang
berarti “pasti” dan “sempurna”.Secara umum Al Malik diartikan Raja atau
Penguasa, kata Malik terdiri dari huruf Mim Laam Kaaf yang rangkaiannya
mengandung makna “kekuatan” dan “Keshahihan”, ini menunjukkan bahwa Allah
adalah segala kekuatan yang ada di alam semesta ini yang shahih dan tidak dapat
di ingkari lagi kekuasaan-Nya meliputi semesta alam dan pengetahuan yang ada.Al
Malik dalam Al Qur’an menyebutnya Raja Yang Maha Berkuasa (yang Mutlak
kekuasaannya), Menurut AL Ghazali Malik adalah “yang tidak butuh pada zat dan
sifat-Nya segala yang wujud, bahkan Dia adalah yang butuh kepada-Nya, Wujud
segala sesuatu bersumbr dari pada-Nya. Maka segala sesuatu selainnya menjadi
Milik-Nya dalam zat dan sifat-Nya serta membutuhkan-Nya. Itulah Raja Yang
Mutlak.
Firman Allah dalam Surat Thaaha: 114
“Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang
Sebenar-benarnya” (Q.S. At Thaaha:114)
Sudahlah jelas bahwa Allah adalah Raja Yang
sebenar-benarnya segala bentuk raja di dunia dan semsta ini adalah miliknya dan
tunduk kepada-Nya, selain merajai di dunia yang fana ini, kerajaan Allah juga
bersifat langgeng (abadi).
Di terangkan dalam Firman-Nya dalam surat Al
Mu’minun : 16
“(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari
kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu
Allah berfirman):”Kepunyaan siapa kerajaan pada hari ini? ”Kepunyaan Allah Yang
Maha Esa lagi Maha Mengalahkan” (Q.S. Al Mu’minun:16).
Di terangkan lagi dalam surat Al Fatihah : 4
“Yang Mengusai hari Pembalasan” (Q.S. Al Fatihah:4)
Dengan begitu Allah yang menguasai pengetahuan dan
segala urusan tentang hari pembalasan, yang mengusai waktu yang telah lalu dan
yang akan datang. Dunia dan seisinya dalam genggaman-Nya.
Dalam Hadits Rasulullah
“Allah Yang Maha Mulia Lagi Agung ‘menggenggam’
bumi pada hari kemudian dan ‘melipat’ semua langit dengan ‘tangan kanan-Nya’,
kemudian berseru: Aku Adalah Malik (Raja), maka dimanakah (mereka yang mengaku)
Raja?” (H.R. Bukhori).
Alasan Allah yang
menguasai Hari Kiamat :
1. Karena pada hari itu Allah menggantikan Bumi
dan Langit ini dengan bumi dan langit yang lain.
Allah menjelaskan dalam
Firman-Nya
“(Yaitu) pada hari ketika
bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) mereka semua ( di Padang
Masyhar) berkumpul menghadap kehadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa” (Q.S. Ibrahim:48).
2. Dalam kehidupan ini, manusia juga memiliki
sifat “memiliki”, dan ini akan di pertanggung jawabkan dan segala yang
dimilikinya itu akan terlepas sendirinya.
“dan benarlah Perkataan-Nya, di tangan-Nyalah
segala Kekuasaan diwaktu sasangkala ditiup” (Q.S. Al
An’am:73)
Itulah gambaran bagaimana Allah Maha Berkuasa dan
Betapa Allah Merajai Segala sesuatunya.
Peran Al
Malik dalam Prespektif Kepemimpinan
1. Tidak
terlena akan Jabatan/Tahta
Dengan sifat memiliki manusia
seakan memiliki segalanya, dengan memaknai Al Malik ini manusia harusnya sadar
apabila kita sedang diatas ada lagi yang lebih Maha Tinggi dan itu akan menjadi
koreksi dan motivasi kita bahwa Jabatan yang kita emban adalah sebuah amanat
dan akan dipertanggungjawabkan, kekuasaan duniawi adalah fana ataupun sementara
seadngkan kekuasaan Allah adalah Mutlak dan Abadi.
Rasulullah bersabda:
“Orang yang dibenci oleh Allah serta yang paling
jelek besok pada hari Kiamat adalah seorang yang menamakan dirinya dengan nama
raja diraja, karena tiada Dzat yang bersifat Raja Kecuali Allah” (H.R.
Muslim).
2. Mengendalikan
Hawa Nafsu
Dengan dapatnya kita memaknai
sifat Al Malik, kita tahu bahwa yang menguasai segalanya adalah Allah semata,
dengan begitu kita tahu bahwa hawa nafsu adalah bujukan syetan yang akan hanya
menjerumuskan kita kepada hal-hal negatif dan itu merupakan contoh ketundukan
kita kepada syetan. Jadikanlah hawa nafsu menjadi pahala bagi kita dengan mengedepankan
yang halalan toyyiban, dan yang menjadi hak kita bolehlah kita nafsu terhadap
itu.
3. Menjadi
Hamba Yang Bersyukur
Memaknai sifat Al Malik berarti kita mengakui
tentang kekuasaan Allah di bumi dan langit, serta di dalam kedalam hati kita
setiap mahluk-Nya. Dan dengan serta merta kita harus mensyukuri segala nikmat
yang telah diberi, itu adalah hamba yang menunjukkan bahwa kiata adalah hamba
yang pintar bersyukur.
4. Mengharap
Pertolongan Allah
Sebagai Yang Maha Kuasa, Allah lah yang menentukan
segala urusan yang akan kita hadapi dan telah kita hadapi, Dia lah yang
mengetahui segala pengetahuan tentang alam dan isinya serta yang tahu akan
kedalaman hati seseorang. Segala apa yang kita ikhtiarkan tergantung pada
ketentuannya karena Dia Yang Maha Kuasa, dengan mengharap pertolongan Allah
berarti kita menunjukan sikap yang menumbuhkan kekuatan bathin dalam menghadapi
segala sesuatu. Sebaliknya dengan tidak mengharapkan pertolongan dari Allah
merupakan cerminan sikap yang angkuh.
Kesimpulan
Dengan meyakini dan memaknai
Al Malik kita mempunyai landasan hidup yang mapan dan mantap, sehingga kebal
akan bujuk rayu syetan terhadap kita. Tidak ada yang ditakuti selain Allah
karena Dia lah yang patut untuk diminta pertolongan dan kita senantiasa takut
akan ajabnya, tidak takut akan kehilangan jabatan dan harta karena ada Yang
Maha Raja dan kekuasaanya meliputi alam semesta, karena Allah senantiasa
bersama orang-orang yang selalu mengingat-Nya.tidak akan kalah dengan perasaan
malas dan putus asa sehingga giat dalam belajar, berusaha dan bekerja serta
optimis menjalani hidup, karena semua adalah dalam kekuasaannya dan menjalani
hidup dengan bersandar terhadap ketentuan Yang Maha Raja, Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. DR. Abdullah Ad-Dumaiji, Al-Imamah Al-Uzmah inda Ahlus Sunnah wal Jama’ah(Konsep Kepemimpinan Dalam Islam) 2009 Ummul Qura Press
Abdul
Hakim (2007) Kepemimpinan Islami. Semarang : Unissula Press
Anshari (1993) Wawasan Islam:
Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.