Selamat Datang Di Blog Sederhana Saya

Friday 3 January 2020

Contoh Artikel Dakwah Religion (Fenomena Dakwah Artis Melalui Media)


Dakwah Religion
(Fenomena Dakwah Artis Melalui Media)
Oleh : Satria Avianda Nurcahyo 

Di era informasi canggih seperti sekarang ini, tidak mungkin dakwah masih hanya menggunakan pengajian di mushalla yang hanya diikuti oleh mereka yang hadir di sana. Penggunaan media-media komunikasi modern addalah sebuah keniscayaan yang harus dimanfaatkan keberadaannya untuk kepentingan menyampaikan ajaran-ajaran Islam atau dakwah Islam.Gaya penyampaian dakwah yang benar-benar baru ini langsung menerima sambutan hangat dari publik. Dakwah para da’i dan artis saat ini banyak yang direkam di CD dan di jual bebas,sehingga mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan pesan dakwah dari para da’i dan artis yang diidolakan. Saat ini bisa dikatakan di setiap kota di Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam, pasti dapat dengan mudah mendengarkan pesan-pesan dakwah baik melalui stasiun radio maupun televisi.
Fenomena dakwah agama di Indonesia ini adalah salah satu contoh sempurna untuk menunjukkan bagaimana lentur dan canggihnya Ideologi Kapitalisme bekerja menginfiltrasi dan merasuki semua ideologi bahkan agama yang secara formal menentangnya. Profesi Da’i pun tiba-tiba menjadi sebuah profesi yang bonafide dan menjanjikan. Sehingga mulai muncul da’i-da’i baru dengan gaya masing-masing. Dan sejak saat itu kitapun menyaksikan bisnis dakwah ini menjadi tidak ada bedanya dengan bisnis-bisnis konvensional yang untuk bisa sukses pelaku bisnis ini dalam menyusun strategi pemasaran harus jeli melakukan segmentation, tergeting dan positioning.Belakangan dengan semakin banyaknya muncul ustadz baru yang populer, persaingan di dunia per da’i-an ini pun semakin sengit, sehingga kreatifitas dalam merebut pasar dakwah ini pun harus semakin tinggi, sebegitu kreatifnya bahkan sampai ke hal-hal yang dulunya tidak pernah terbayangkan akan terjadi di dunia dakwah sekarang bisa kita saksikan di layar televisi dan media lainnya. Melalui tayangan televisi akan kita dapatkan beberapa program yang bernafaskan Islam, misalnya sinetron “Tukang Bubur naik Haji”, “Pesantren Rock n Roll”. Tanyangan pemburu hantu yang terdiri dari lima ustad dengan pakaian hitam dan sorbannya yang membantu korban dengan membacakan do’a-do’a. Reality Game Show Islami yang bisa kita lihat pada acara “pildacil” yang ingin mencetak generasi da’i cilik. Infomercials Penyembuhan alternatif baik melalui metode “rukyah” maupun metode “zikir”. Begitu juga dengan Islam dalam iklan, misalnya ustad maulana dalam iklan telkomsel, mamah dedeh dengan iklan “cap kaki tiga”. Begitu juga ustad Yusuf Mansur dengan iklan “fatigon Spirit”. Hal tersebut menurut Sofjan (2013: 51)[1], agama dan figur-figur keagamaan dilihat sebagai alat efektif dalam peningkatan citra dan kesadaran atas merek serta pemasaran. Sebagai panggung efektif untuk berkomunikasi dengan para konsumen, jelas terlihat bahwa televisi memandang agama dan figur-figur keagamaan sebagai mitra untuk melanggengkan industry melalui iklan dan pemanfaatan fungsional agama secara efektif .Dalam situasi menonton atau membaca memengaruhi makna dan kesenangan akan sebuah karya dengan mengajukan serangkaian determinasi ke dalam pertukaran kultural, baik kontradiktif maupun ditolak. Resistensi dan kontradiksi muncul karena perbedaan kultural dan sosial pembaca atau penonton menurut kelas, gender, ras, usia, sejarah, agama, pribadi, dan seterusnya.
Dalam kasus film Ayat-Ayat Cinta atau film-film bernuansa religius lainnya misalnya, apabila terus-menerus ditayangkan, dan dalam konteks tablig sebagaimana tujuan tablig misalnya, pemeran film (aktris merupakan konsumen pasif atas penonton. Implikasinya, tema-tema dan topik jalan cerita film bisa langsung dikonsumsi pemirsa, bersifat langsung dan menyerap pada saraf-saraf jiwa secara afektif.Salah satu unsur yang sangat khas dan ditemui hampir dalam semua film maupun sinetron Islami antara lain adalah penampilan pakaian perlengkapan dan aksesoris Islami yang sesuai dengan mode saat yang dikenakan oleh para actor maupun aktris dalam film maupun sinetron tersebut, akhirnya menjadi tren remaja muslim maupun orang dewasa di negeri ini.Penyampaian pesan-pesan Islam tidak lagi dengan kata-kata bahwa berkerudung itu wajib, menutup aurat itu kemestian seorang muslimah, apalagi bahasa-bahasa seperti hijab (arti katanya adalah menutup). Karena kata-kata tersebut kurang mengena arus kultur masyarakat, atau dalam bahasa lain, kata-kata tersebut tidak sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat, dalam hal ini adalah budaya pop. Inilah salah satu kelebihan berdakwah melalui media, seperti televisi dan film (Aripudin, 2013: 37-38)[2].

Saat ini banyak majalah yang menyuguhkan fashion muslim dan atribut-atribut lain yang sesuai dengan syari’ah. Misalnya, majalah Aulia dan Paras yang beritanya banyak didominasi pada dunia fashion islami. Perihal penyampaian pesan-pesan Islam melalui majalah, pertama-tama yang harus diperhatikan, berkaca pada majalah-majalah sebagaimana tersebut dimuka adalah bagaimana meposisikan pesan-pesan Islam memasuki segmen pasar itu. Bagaimana remaja solehah misalnya, tidak hanya kata-kata yang keluar dari mulut, apalagi mulutnya bau, tapi terpampang dalam majalah dalam bentuk visual. Kata saleh tidak hanya terpampang dalam kitab-kitab kuning atau Quran yang suci, tetapi terpampang dalam majalah yang putih, juga berwarna, dan “tidak suci” sehingga mudah disentuh oleh siapa saja. Upaya melakukan trasfer pesan nilai-nilai Islam melalui musik dilakukan, meskipun terkesan dipaksakan, melalui nasyid (metode seni mendekat kepada Tuhan) dan lirik-lirik lagu pop yang bernuansa keagamaan. Sebagai contoh, syair lagu berjudu Santri yang dinyanyikan Armand Maulana vokalis Grup Band Gigi. Lagu tersebut, semula adalah lagu kasidah yang dinyanyikan vokalis grup kasidah Nasyidaria di Tasikmalaya. Lagu tersebut, semua populer di kalangan terbatas para santri dan masyarakat perdesaan. Kemudian ketika masuk dalam nuansa musik pop, lagu Santri dinyanyikan, digemari, dan didendangkan juga oleh kalangan mahasiswa. Pergeseran nuansa dan lirik lagu dari tradisional ke populer seperti lirik lagu Santri, menggambarkan adanya timbal balik bukan hanya simbolik, tetapi juga dimensi ekonomis komunikasi publik.

Dengan demikian, budaya yang disediakan oleh pasar hiburan komersial memainkan peran penting. Ia mencerminkan sikap dan sentimen yang telah ada di sana. Pada saat bersamaan menyediakan wilayah yang penuh ekspresi serta sederet simbol yang melalui simbol itu sikap tersebut bisa diproyeksikan (interaksi simbolik). Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam, baik itu pemaknaan pada fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah. Melihat perkembangan dunia komunikasi dan informasi melalui alat-alat modern saat ini, tentunya akan menghampiri dakwah Islam juga. Memaknai dakwah yang sifatnya ajakan, seruan atau usaha untuk mengubah dari satu situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga mampu menuju sasaran yang lebih luas.[3]
Melihat masyarakat Indonesia saat ini yang memiliki gaya hidup hedonis dan lebih mengandalkan pada kenikmatan-kenikmatan yang bersifat praktis, Kecenderungan manusia dalam term dakwah ini membawa pengaruh unsure-unsur sosial. Begitu juga dengan para da’inya yang mempunyai akses pada saluran-saluran yang diminati dalam budaya masyarakat. Sedangkan da’i yang kurang memiliki akses terhadap elemen-elemen budaya pop seperti terjadi saat ini akan tergeser dan tergusur oleh da’i yang lebih menguasai (da’i yang mampu menggenggam dunia) dalam budaya dakwah artis hijrah  yang berkembang di masyarakat Indonesia.


[1] Dicky Sofjan, 2013, Agama dan Televisi di Indonesia: Etika Seputar

Dakwahtainment, Geneva: Globethics.net Focus 15.

[2] Acep  Aripudin,    2012,     Dakwah    Antarbudaya,      Bandung:    Remaja

Rosdakarya.

[3] Samsul Munir Amin, 2009, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah.



No comments:

Post a Comment